Malu pada Allah
Oleh : Muhbib Abdul Wahab
''Jika engkau tidak merasa malu, perbuatlah sekehendakmu.'' (HR Abu Daud). Hadis ini memberikan petunjuk berharga kepada kita bahwa kendali moral itu terletak pada rasa malu. Jika seseorang sudah tidak lagi memiliki rasa malu, niscaya pelanggaran hukum dan moral menjadi hal biasa, tanpa rasa salah dan dosa.
Malu pada tempatnya adalah kunci keutamaan. Rasa malu membuat Muslim bersikap hati-hati untuk tidak melanggar larangan Allah. Rasa malu mengantarkan kita pada sikap iffah, yaitu memelihara diri dari sifat tidak terpuji dan menjaga martabat sebagai seorang Muslim, sehingga kita selalu menjauhi perbuatan maksiat dan dosa.
Rasulullah SAW pernah memberi nasihat kepada para sahabatnya, ''Hendaklah kalian merasa malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya.'' Para sahabat menimpali, ''Alhamdulillah kami sudah merasa malu kepada Allah.'' Rasul SAW lalu menyatakan, ''Tidak, kalian belum merasa malu. Orang yang betul-betul merasa malu di hadapan Allah hendaklah menjaga kepala berikut isinya (pikiran), menjaga perut berikut isinya (makanan), dan hendaklah mengingat mati dan bencana. Siapa yang menginginkan kebahagiaan akhirat, hendaklah meninggalkan perhiasan dunia. Siapa yang sudah melakukan itu semua, berarti telah betul-betul mempunyai rasa malu kepada Allah.'' (HR Al-Tirmidzi).
Sungguh kesadaran untuk merasa malu kepada Allah itu sangat penting, baik bagi rakyat lebih-lebih bagi pejabat. Sebagai rakyat kita merasa malu kepada Allah karena belum sepenuhnya mampu menaati perintah dan larangan-Nya, dan juga belum mampu berbuat banyak untuk kemajuan bangsa. Para pejabat semestinya juga merasa malu kepada Allah karena banyak amanah rakyat yang belum dapat diwujudkan. Janji-janji sewaktu kampanye belum banyak dilaksanakan. Kebijakan yang diambil masih banyak yang melukai rasa keadilan rakyat.
Malu itu perisai diri. Merasa malu kepada Allah berarti membentengi diri dengan meneladani akhlak Allah sebagaimana tecermin dalam Asmaul Husna. Rasulullah SAW adalah teladan pemimpin yang memiliki rasa malu kepada Allah sangat tinggi, sehingga beliau tidak mau merepotkan rakyatnya.
Jadi, mari kita malu pada tempatnya. Malu jika anak kita rajin shalat, sementara kita tidak. Malu jika banyak anak negeri ini tidak dapat bersekolah, sementara kita yang kebetulan wakil rakyat atau pejabat publik sibuk minta fasilitas.
Dari Hikmah Republika
10 July 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment